Temui menteri Malaysia, Karding sampaikan masalah pekerja migran

6 hours ago 3

Jakarta (ANTARA) - Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding mengatakan upah pekerja migran Indonesia (PMI) di sektor perkebunan Malaysia yang belum memenuhi standar hidup layak adalah salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian dan penyelesaian.

Persoalan upah dan sejumlah masalah mendesak lain yang terkait dengan PMI di negeri jiran itu diungkapkan Karding saat dia bertemu Menteri Sumber Daya Manusia Malaysia Steven Sim Chee Keong di Kuala Lumpur, demikian pernyataan pers Kementerian P2MI di Jakarta, Sabtu.

"Hasil studi Koalisi Buruh Migran Berdaulat pada Februari 2025 menunjukkan mayoritas PMI di perkebunan hanya menerima upah di bawah 2.540 Ringgit Malaysia (sekitar Rp9juta) per bulan. Ini jelas belum memenuhi standar hidup layak," katanya seperti dikutip pernyataan pers Kementerian P2MI.

Karding juga menyoroti praktek rekrutmen yang tidak transparan dan menyalahi kesepakatan antara dua negara.

"Masih banyak pekerja dibebani biaya rekrutmen tinggi, padahal Indonesia dan Malaysia sudah menyepakati skema zero cost recruitment. Ketidakpatuhan ini justru memperpanjang rantai utang dan kerentanan mereka," katanya.

Menurut Karding, tingginya jumlah PMI ilegal semakin memperumit masalah, di mana sekitar 90 persen PMI di sektor perkebunan Sabah tidak memiliki dokumen keimigrasian yang sah.

"Ini sangat mengkhawatirkan. Mereka jadi rentan terhadap eksploitasi, kriminalisasi, dan kesulitan mengakses perlindungan hukum maupun layanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan," ucap dia.

Baca juga: SBMI kutuk penembakan pekerja migran Indonesia di Malaysia

Karding menilai bahwa legalitas pekerja migran seharusnya menjadi bagian dari kerangka pengawasan ketenagakerjaan di Malaysia.

Selain itu, kurangnya pengawasan dari otoritas ketenagakerjaan Malaysia, terutama di kawasan pedalaman, menimbulkan banyak pelanggaran hak dasar pekerja yang luput dari pantauan.

"Pengawasan terbatas membuka celah pelanggaran terhadap Akta Kerja 1955 dan standar ketenagakerjaan nasional Malaysia," katanya.

Kemudian, minimnya akses pendidikan dan tidak adanya dokumen membuat kebanyakan anak PMI terpaksa ikut membantu orang tua mereka di perkebunan.

"Anak-anak ini akhirnya ikut bekerja dan ini melanggar prinsip perlindungan anak dan standar ketenagakerjaan yang adil," katanya.

Melihat kondisi demikian, Karding berharap pemerintah Malaysia dapat memfasilitasi skema legalisasi massal bagi PMI tak berdokumen, terutama di sektor perkebunan.

Ia juga mengusulkan pembentukan tim teknis bersama yang bertugas mendesain mekanisme pendataan, pemutihan serta perlindungan hukum bagi PMI.

Baca juga: Penempatan PMI 2024 turun tipis karena adanya penutupan di Malaysia

Pewarta: Asri Mayang Sari
Editor: Rahmad Nasution
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |