Jakarta (ANTARA) - Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia (UI) Muhammad Hanri berpendapat pemerintah bisa memberikan insentif fiskal kepada perusahaan yang mengurangi ketergantungan terhadap tenaga alih daya (outsourcing).
“Pemerintah bisa mengambil langkah konkret, seperti memberi insentif pajak atau kemudahan akses pembiayaan bagi perusahaan yang mengurangi ketergantungan pada outsourcing dan meningkatkan jumlah pekerja tetap dengan jaminan sosial aktif,” kata Hanri saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Kamis.
Selain itu, pemerintah juga bisa membuat program skor kepatuhan pengadaan barang/jasa pemerintah dan tender proyek publik, di mana perusahaan yang mempekerjakan pekerja secara adil mendapat peluang lebih besar.
Secara umum, Hanri menilai sistem outsourcing merupakan persoalan yang cukup kompleks dan perlu dilihat dari dua sisi, yakni perlindungan pekerja dan kebutuhan fleksibilitas dunia usaha.
“Penghapusan outsourcing memang bisa mengurangi kerentanan pekerja, tapi di sisi lain berpotensi menambah rigiditas pasar kerja. Ini bisa mengurangi minat investor, apalagi untuk sektor-sektor padat karya,” tambahnya.
Namun, minat investasi tak semata ditentukan oleh satu faktor. Pemerintah bisa menekan risiko investasi dengan membuat regulasi baru yang jelas, konsisten, dan tetap memberi ruang fleksibilitas terbatas dengan standar perlindungan minimum yang kuat.
“Kuncinya bukan sekadar dihapus atau tidak, tapi di kepastian hukum dan kualitas regulasinya,” ujar Hanri.
Bila yang didorong adalah perbaikan sistem outsourcing, lanjut dia, maka pemerintah perlu memastikan adanya standar perlindungan kerja yang setara dengan pekerja tetap (terutama upah, jaminan sosial, waktu kerja, dan perlindungan dari PHK sepihak).
Kemudian, registrasi dan sertifikasi ketat bagi perusahaan penyedia jasa tenaga kerja, agar tidak semua perusahaan bisa asal menyalurkan tenaga kerja tanpa tanggung jawab.
Pemerintah juga perlu mengklarifikasi jenis pekerjaan yang boleh dialihdayakan, agar tidak disalahgunakan untuk pekerjaan inti dan sanksi yang tegas dan mudah dieksekusi bagi perusahaan yang menyalahgunakan sistem ini.
Selain dari sisi pemangku kebijakan, Hanri juga mendorong perbaikan dari sisi perusahaan.
Hanri mengingatkan perusahaan mengenai pentingnya investasi jangka panjang kepada sumber daya manusia (SDM). Sebab, retensi tenaga kerja dan produktivitas justru meningkat ketika pekerja merasa aman dan dihargai. Hal ini dianggap penting untuk daya saing jangka panjang.
“Secara umum, bukan soal hitam putih: dihapus atau tidak. Tapi soal bagaimana kita membangun sistem kerja yang adil, fleksibel, dan berkelanjutan bagi semua pihak,” tuturnya.
Baca juga: Apindo dorong perbaikan skema "outsourcing" lindungi pekerja formal
Baca juga: Rencana penghapusan outsourcing bentuk kepedulian pemerintah ke buruh
Baca juga: Yassierli: Kebijakan soal outsourcing jadi dasar penyusunan Permenaker
Pewarta: Imamatul Silfia
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2025