Mengenal tradisi siraman pengantin dalam pernikahan Jawa dan Sunda

2 weeks ago 14

Jakarta (ANTARA) - Siraman adalah salah satu tradisi yang sering diadakan dalam rangkaian adat pernikahan di Indonesia, terutama bagi orang yang menganut adat Jawa dan Sunda.

Upacara ini bukan sekadar menyirami tubuh calon pengantin, tetapi juga mengandung makna tentang nilai budaya, spiritualitas, serta harapan baik dari keluarga, sanak saudara, dan orang terdekat untuk pengantin menuju kehidupan baru.

Tradisi siraman diambil dari kata “siram” yang artinya menyiram atau memandikan. Meski demikian, sebagian orang juga mengartikan kata "siram" sebagai mengguyur air.

Siraman dilakukan sebelum proses ijab kabul dengan cara memandikan calon pengantin menggunakan air yang telah dicampur daun dan bunga harum, biasanya bunga tujuh rupa.

Dengan melakukan tradisi siraman, dipercayai sebagai bentuk memohon kepada Tuhan untuk diberikan kelancaran dan kemudahan dalam proses ijab kabul hingga sah pernikahan.

Secara umum, pelaksanaan acara siraman diadakan di tempat pengantin wanita. Selama prosesi siraman, kedua calon pengantin tidak mandi sendiri, melainkan dimandikan oleh orang-orang yang ditunjuk untuk memandikannya.

Baca juga: Mengenal seserahan pernikahan: makna dan tradisi

Dalam upacara siraman, setiap tahapan dan perlengkapan yang digunakan sudah ditetapkan secara turun-temurun sesuai dengan aturan adat.

Waktu pelaksanaan siraman memiliki ketentuan, yaitu dilakukan satu hari sebelum akad pada pukul antara jam 10.00 sampai 15.00.

Semua itu bukan sekadar formalitas, tetapi memiliki simbol dan makna yang ada dalam nilai-nilai budaya dan spiritual dalam tradisi tersebut.

Oleh sebab itu, tradisi ini diwariskan dari generasi ke generasi dan menjadi salah satu bagian penting yang tidak bisa dipisahkan dari prosesi sakral menjelang pernikahan.

Dalam tradisi Sunda, prosesi siraman diawali dengan "ngecangkeun aisan" yaitu ibu pengantin melepaskan gendongan sebagai simbol bahwa orang tua mulai melepas anaknya untuk menempuh kehidupan baru bersama pasangannya.

Orang tua biasanya mendampingi dengan membawa lilin, yang melambangkan harapan agar pengantin selalu mendapat penerangan dan petunjuk dalam menjalani rumah tangga.

Lalu, acara siraman ini biasanya diiringi alunan musik tradisional seperti kecapi suling dan tembang Cianjuran. Iringan musik ini mengiring setiap tahapan prosesi, mulai dari awal hingga akhir acara.

Sementara prosesi siraman dalam adat Jawa, diawali dengan sungkeman, yaitu momen di mana calon pengantin memohon restu dengan menundukkan badan ke hadapan orang tua.

Baca juga: Mahar dalam pernikahan: Jenis, fungsi, dan ketentuannya

Momen ini merupakan penyampaian niat pengantin dan mohon doa kepada orang tua untuk mulai kehidupan baru bersama pendamping hidupnya.

Setelah prosesi siraman, biasanya diakhiri dengan pemecahan kendil (tempat air) yang disambut ucapan "wes pecah pamore" yang berarti aura atau sinar kesucian pengantin telah terpancar dan siap menikah.

Tradisi siraman biasanya melibatkan orang tua pengantin dan anggota keluarga yang dituakan, dengan bersama-sama memandikan calon pengantin sebagai bentuk harapan agar pengantin bersih lahir dan batin serta siap memulai kehidupan baru.

Selain Jawa dan Sunda, tiap daerah memiliki cara pelaksanaan siraman yang berbeda, tetapi esensi dari tradisi ini tetap sama.

Siraman dilakukan untuk niat membersihkan diri calon pengantin, serta simbol kesiapan lahir dan batin menuju kehidupan pernikahan.

Selain itu, momen ini juga menjadi saat yang sakral bagi sang anak untuk memohon izin dan restu dari orang tua.

Adanya tradisi siraman, menjadi salah satu khas yang selalu dijaga kelangsungan nilai-nilai budaya yang diwariskan secara turun-temurun.

Secara spiritual, tradisi siraman bertujuan untuk membuang segala hal buruk atau energi negatif, agar calon pengantin siap memasuki kehidupan baru dengan hati yang bersih dan jiwa yang suci, seperti cahaya yang bersinar terang membawa kesucian dalam pernikahannya.

Baca juga: Hukum tukar cincin nikah dalam Islam

Baca juga: Pernikahan Dini: Tradisi lama masalah baru, simak dampak negatifnya!

Pewarta: Putri Atika Chairulia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |