Jakarta (ANTARA) - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengatakan perlu sejumlah upaya meningkatkan fitofarmaka nasional, seperti menciptakan ekosistem usaha yang bagus agar pelaku usaha bersedia melakukan riset serta mengembangkan.
Kepala BPOM Taruna Ikrar dalam pertemuan bersama DPR RI di Jakarta, Kamis, mengatakan dari 30 ribu spesies tanaman di Indonesia, lebih dari 17 ribu diekstrak menjadi obat asli Indonesia, seperti jamu-jamuan.
Dari jumlah tersebut, 78 menjadi obat herbal terstandar dan baru 21 fitofarmakaatau obat-obatan tradisional yang sudah teruji secara klinik dan dibuktikan khasiatnya.
"Fitofarmaka itu artinya sudah lulus uji klinis 1, 2, 3, dengan efikasi yang jelas. Jadi sebetulnya tidak ada alasan lagi untuk tidak menggunakan fitofarmaka," kata dia.
Baca juga: BPOM kejar hilirisasi penelitian bahan alam guna kemandirian farmasi
Menurut dia, dengan menciptakan ekosistem usaha yang baik maka potensi fitofarmaka dapat berdampak luar biasa bagi Indonesia.
Namun demikian, katanya, masih ada sejumlah tantangan dalam mengembangkan fitofarmaka serta memasukkan dalam jaminan kesehatan nasional.
"Karena kelihatannya masih ada hambatan di Peraturan Menteri Kesehatan yang nomor 58 yang berhubungan tentang kelembagaan itu. Dan ini sudah menjadi intens saya kira di tim, akan melakukan perubahan PMK nomor 58 itu," kata dia.
Dengan inisiatif seperti itu, dia mengharapkan, fitofarmaka berpeluang masuk ke jaminan kesehatan nasional sehingga sebagai hal yang juga ditanggung BPJS Kesehatan.
Baca juga: BPOM: Peran kampus salah satu kunci bangun kemandirian obat
Baca juga: Guru Besar UI giatkan inovasi nano teknologi untuk sediaan obat herbal
Baca juga: BRIN dukung penguatan riset dan inovasi jamu tradisional
Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2025