Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menyatakan Indonesia tidak boleh berhenti melakukan hilirisasi nikel untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral nasional, meskipun tekanan global terhadap industri nikel tanah air masih terus terjadi secara masif.
Sekretaris Jenderal APNI Meidy Katrin Lengkey berpandangan bahwa kampanye negatif dirty nickel tidak adil. Sebab, yang tengah melakukan hilirisasi bukan saja nikel tetapi juga industri manufaktur lain.
“Saya kira nikel ini terlalu over success. Indonesia saat ini sudah 60 persen lebih ya memegang market share dunia untuk production dan kedua ada beberapa negara mungkin worry pada saat kita menguasai bahan baku untuk energi ke depan. Contohnya bahan baku baterai mobil listrik,” kata Meidy dalam keterangannya kepada media, di Jakarta, Kamis.
Meidy berharap beberapa pihak jangan selalu menyorot hal negatif dari industri nikel, sebab ada juga manfaat dari keberadaan industri nikel di berbagai daerah seperti di Sulawesi, Maluku Utara, dan beberapa daerah penopang yang pendapatan daerahnya naik.
Selain itu, juga penyerapan tenaga kerja meningkat. Kemudian untuk negara, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari nikel naik signifikan karena adanya penerimaan royalti.
Ia juga menegaskan, anggota APNI juga mendukung green industry. Salah satunya adalah melakukan transisi energi dengan menggunakan new technology EV seperti memakai truck EV dan alat berat EV. Pihaknya juga terus menjaga ekosistem lingkungan.
“Kami bicara dengan profesor air. Bagaimana mengekstrak pencemaran air, sehingga tidak terlalu berdampak kepada pemukiman, masyarakat, usaha masyarakat untuk pertanian, irigasi,” ujar dia.
Dalam upaya menjaga bisnis nikel yang mengutamakan keberlanjutan, Harita Nickel dan Vale Indonesia dalam menjaga tanggung jawabnya ke masyarakat, buruh terorganisasi, LSM, sektor keuangan, pembeli, dan perusahaan pertambangan tengah diaudit oleh Initiative for Responsible Mining Assurance (IRMA).
Lembaga ini adalah organisasi independen yang mengukur aspek keberlanjutan praktik pertambangan yang bertanggung jawab. Dibandingkan dengan standar keberlanjutan lain, IRMA termasuk yang paling sulit ditempuh, paling ketat, serta melalui tahapan panjang dan rigid. Anggota Dewan di IRMA termasuk lembaga-lembaga masyarakat sipil yang paling kritis di dunia.
Selain secara paralel terus berbenah melakukan transisi energi dan menjaga ekosistem lingkungan, Meidy mengatakan bahwa APNI sudah berkunjung ke Tesla, Mercedes, dan BMW sebagai produsen mobil listrik untuk mendapat masukan soal rantai pasok nikel.
“Mereka mengerti keadaan Indonesia tidak sama dengan negara penghasil nikel lain. Jadi jangan dipaksa standar Eropa,” kata Meidy.
Saat ini pabrik pengolahan nikel sudah mencapai 95 smelter dan akan menjadi 145 smelter. Sehingga, APNI sudah sejak 2 tahun lalu meminta pemerintah untuk menghentikan investasi smelter karena tidak sesuai dengan cadangan yang ada.
“Kekhawatiran kita kan dari cadangan nikel, cadangan kita tidak mampu untuk meng-cover keseluruhan konsumsi bahan baku biji nikel domestik. Kita tahu kan akhirnya smelter pada impor nikel dari Filipina beberapa waktu lalu, itu benar,” ujar Meidy pula.
Pengamat hukum energi dan pertambangan Universitas Tarumanegara Ahmad Redi mengungkapkan bahwa serangan terhadap hilirisasi mineral adalah upaya perang dagang yang merugikan negara-negara penikmat bijih nikel Indonesia selama ini. Diketahui bahwa larangan ekspor nikel memang membuat peta perdagangan nikel dunia berubah.
Pada 2019 tercatat Indonesia mengekspor bijih nikel 30 juta ton, namun pada tahun 2020 Indonesia menghentikan ekspor dan kemudian digugat ke WTO oleh Uni Eropa.
“Tetapi Ancaman gugatan WTO, tarif Trump, lalu ada Green Deal di Uni Eropa, serta kampanye soal lingkungan jangan sampai mengancam ekonomi Indonesia yang ingin meningkatkan nilai tambah mineral,” kata Redi pula.
Baca juga: Kemenperin-UNIDO kolaborasi perkuat sektor hijau dan hilirisasi nikel
Baca juga: Ketersediaan pasokan gas dinilai penting mendukung hilirisasi nikel
Pewarta: Faisal Yunianto
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2025